3 teori yang mengkaji asal-usul Pancasila
TEORI PERTAMA menyatakan, Pancasila berasal dari bumi Indonesia, lahir akibat proses kebudayaan bangsa Indonesia yang beragam, kemudian dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini sejak zaman penjajah Jepang bercokol di Indonesia.
Pancasila,
menurut teori ini, merupakan ramuan yang mencakup semua ajaran agama yang hidup
di Indonesia, pandangan hidup yang diwarisi dari nenek moyang dan gagasan
pemikiran modern yang diperoleh dari para sarjana Indonesia didikan Barat pada
masa penjajahan Belanda.
Berdasarkan
sumberdaya semacam itulah Indonesia merdeka dibangun, di atas perpaduan yang
harmonis dalam menampung segala macam keyakinan agama, ideologi perjuangan, dan
paham kemasyarakatan yang tumbuh di seluruh wilayah Indonesia, selama masa
perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang.
Perpaduan ini
mengambil prinsip-prinsip yang dianggap mewakili cita-cita semua golongan
bangsa Indonesia yang memperjuangkan negara Indonesia merdeka, termasuk di
dalamnya cita-cita umat Islam Indonesia.
Menurut teori
ini, dalam merumuskan Pancasila, Soekarno telah berhasil memadukan aspirasi
para pemimpin Islam ketika itu, yang berhasrat menjadikan Islam sebagai
ideologi dan dasar negara, dengan cara memasukkan ke-Tuhan-an sebagai salah
satu silanya.
Dalam ide pokok
konsepsi ini, agaknya Pancasila ingin berdiri sebagai wakil kepercayaan seluruh
umat beragama di negeri ini. Dalam perkembangan berikutnya, penguasa ingin
mencari kepastian hukum atas keinginan tersebut, yang pada gilirannya
melahirkan doktrin azas tunggal, dengan tujuan pokoknya “Mempancasilakan Umat
Beragama”.
TEORI KEDUA
menyatakan, Pancasila yang dikemukakan oleh beberapa orang pemimpin pergerakan
Indonesia di dalam rapat BPUPKI dalam sidangnya pada bulan Juni 1945, adalah
pengaruh dari kode moral ajaran Budha yang telah menjadi tuntunan dan tatanan
hidup sehari-hari di dalam masyarakat, terutama masyarakat Jawa.
TEORI KETIGA
menyatakan, Pancasila yang digagas oleh Mohamad Yamin, Soepomo, dan Ir.
Soekarno adalah kepanjangan dari doktrin zionis yang telah dipropagandakan oleh
tokoh-tokoh freemasonry di Asia pada umumnya,
dan Asia Tenggara pada khususnya.
Teori ketiga ini
dikemukakan oleh Abdullah Patani dalam risalah kecil berjudul “Freemasonry di
Asia Tenggara”. Untuk membuktikan kebenaran teorinya itu, Abdullah Patani telah
menunjukkan adanya persamaan antara sila-sila Pancasila dengan Khams Qanun
Zionis, dan azas-azas ideologi negara yang dikemukakan oleh Nehru di India, Dr.
Sun Yat Sen di Cina, Pridi Banoyong di Thailand, dan Andres Bonivasio di
Filipina.
Adanya persamaan
sila-sila yang lima tersebut, Abdullah Patani menyimpulkan, bahwa hal tersebut
tidak dapat dikatakan sebagai sekedar persamaan gagasan secara kebetulan,
melainkan pasti terdapat pengaruh kuat doktrin zionisme para tokoh-tokoh
tersebut.
Soekarno dalam
suatu pidato yang disampaikan di hadapan rapat BPUPKI (tanggal 1 Juni 1945)
dengan terus terang mengakui bahwa ia terpengaruh oleh pemikiran Dr. Sun Yat
Sen yang telah merumuskan dasar ideologinya dengan nama “San Min Chu I”. Soekarno juga mengakui, semasa berumur 16-17
tahun telah mendapat ajaran tentang paham internasionalisme dari seorang guru
Belanda di Surabaya bernama A. Baars.
Abdullah Patani
menyatakan, ideologi yang diambil oleh Dr. Sun Yat Sen berasal dari doktrin
zionisme melalui gagasan Freemasonry Asia, dimana Sun Yat Sen termasuk
anggotanya.
Soekarno pernah
mengatakan, Pancasila merupakan dasar dan ideologi yang menampung semua aliran
dan paham yang hidup di dalam masyarakat Indonesia. Namun Soekarno tidak
menjelaskan bagaimana kongkritnya pelaksanaan sila-sila tersebut agar
benar-benar dapat mewujudkan tatanan yang dikehendaki oleh masing-masing paham
dan agama yang ada di Indonesia .
Soekarno juga
sering melontarkan semboyan, bahwa semua agama itu sama, karena semua agama
bertujuan mencapai kebaikan hidup. Semboyan itu, menurut Abdullah Patani, sama
persis dengan doktrin freemasonry yang biasa disebut dengan floatisme.
Floatisme
bertujuan mengambangkan keyakinan semua umat beragama, sehingga setiap pemeluk
agama tidak boleh menyatakan keyakinannya secara khusus di dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Setiap pemeluk agama harus mencari
titik persamaan agar kehidupan berbangsa dan bernegara tidak didominasi oleh
satu ajaran agama tertentu saja.
Bukan hanya
Soekarno yang menganut floatsime (doktrin freemasonry) juga Mr. Mohamad Yamin,
Mr. Soepomo, bahkan Haji Agus Salim.
(Dikutip dari buku berjudul “Doktrin
Zionisme dan Ideologi Pancasila”, Wihdah Press, Yogyakarta ),
Salam...
ADA ADA AJA J
0 Response to "Asal Usul Pancasila"